Crimson Lotus

20.45 Unknown 0 Comments

Rasa takut kehilangan ini menyeruak paksa di batinku lagi. Kukira kekhawatiran ini hanyalah manipulasi yang dibuat pikiranku sendiri. Sore itu, seminggu lalu, aku menjemputmu di kantor dan kudapati kamu sedang mengobrol bersamanya dengan tatapan yang tak biasa. Namun sekarang, debar jantung yang berpacu cepat dan pupil matakulah yang membuktikannya.
***

Di meja bundar kafe ini, aku, kamu, dan dia duduk melingkar dan mulai menghiraukan tarian gemulai uap kopi yang sangat menggoda untuk dinikmati. Kita bertiga sama-sama sibuk. Aku yang bertopang dagu dengan diam yang berisi keringat dingin dan penuh dengan prasangka buruk, dan kalian dengan topik obrolan pekerjaan yang dibahas layaknya teman lama.
Jika aku memiliki kemampuan sihir sudah pasti kuucapkan mantra, “Aresto momentum!” Seperti ketika Dumbledore menghentikan waktu untuk menolong Harry yang terjatuh dari sapu terbangnya. Aku ingin menghentikan waktu dan memelukmu erat, Diandra. Kau adalah kekasih yang menemaniku melahirkan bahagia sejak dua tahun lalu sebelum aku memiliki materi yang cukup untuk bekal meraih restu.
Dia yang kumaksud adalah Edgar. Dia sahabatku sejak SMA yang baru pulang dari Inggris setelah menyelesaikan kuliah S2 arsitekturnya. Aku bertemu denganmu tepat sehari ketika Edgar berangkat ke sana. Aku tidak bercerita banyak tentangmu kepadanya, karena kutahu waktunya terlalu berharga jika dihabiskan untuk mendengarkan ceritaku perihal kedekatan kita.
Secara nyata, aku tidak melihat hal aneh yang terjadi di antara kalian yang kini sedang bercengkrama selain bahasa tubuh yang mengikat ketertarikan. Namun secara kasat mata, tanpa perlu memiliki kekuatan mata yang mampu menembus dimensi pikiranmu, aku melihat gelombang kemistri yang terpancar dan menyatu dari kedua mata kalian saat setiap kata berhasil dengan gemilang disampaikan ujung lidah.
Kamu tidak henti-hentinya tersenyum ketika mendengar Edgar menjelaskan perkembangan proyek pembangunan gedung baru kantormu. Aku memicing dan melihat binar kedua matamu mulai mengenali lebih dalam sosoknya di balik frame kacamata yang kamu kenakan. Biasanya kamu melepas kacamata ketika duduk berhadapan dengan orang selain aku. Kulihat pula Edgar mengikuti nalurinya agar menyesuaikan cara menanggapi kalimat yang kamu ucapkan. Sebagai sesama pria, aku tau itu adalah cara menunjukkan ketertarikan dan membuat nyaman lawan bicara.
Entah ini konspirasi semesta yang menjatuhkan karma untukku karena saat kuliah, gadis yang didekati Edgar berbalik menyukaiku, dan gadis itu akhirnya menjadi mantan pacarku yang kini tidak lagi terlihat batang hidungnya.
“Sayang, kamu kok diam aja sih?” tanyamu dengan kening berkerut dan senyum heran ketika pembicaraan kalian melahirkan jeda, membuyarkan lamunanku. Kebiasaanmu yang menggenggam tanganku tiap kali bertanya pun tidak kamu lakukan. Barangkali kamu menyadarinya dan sengaja, bisa juga tidak.
Edgar menyikut pelan lenganku sambil terkekeh. “Iya, Lex, lo jadi kayak obat nyamuk yang nemenin orang pacaran. Kan, elo pacarnya Diandra. Jangan bikin gue nggak enak, lah.”
Aku membalas teguran kalian dengan senyum santai dan menggelengkan kepala. “Gue nggak tau harus nimbrung ngomong apa, jadi gue merhatiin kalian aja. Hahaha. Santai, Gar.”
Kalian berdua tidak tau aku sedang bertarung melawan ego.
Diandra, bila benar kamu jatuh cinta dengan orang lain, yang juga sahabatku sendiri, maka aku akan merelakanmu. Karena aku tau, sekeras apa pun aku melarangmu dan memintamu menjauhinya, benih cinta di antara kalian akan tetap tumbuh menjadi pohon rindang tanpa peduli posisiku siapa. Lagipula dalam jangka waktu yang cukup lama kalian akan sering bertemu. Jadi, bukan hal yang tidak mungkin kalian semakin dekat dan hati kalian melekat.
Aku tidak memaksamu untuk setia sebab bahagiamulah yang utama. Sejatinya cinta tak pernah bisa jatuh pada dua hati, ia hanya berpindah. Aku paham kamu hanya mengikuti arah hatimu yang berubah haluan. Jika pada akhirnya kalian memang saling mencintai, peranku sebagai kekasihmu cepat atau lambat akan berubah menjadi orang ketiga.
Sementara kamu mulai fokus memperhatikan Edgar yang menunjukkan sketsa bangunan gedung baru kantormu yang ia buat di laptopnya, kepalaku mulai bergelut dengan kenangan kita sambil menyeruput kopi yang setengah dingin. Dan lagi, entah ini konspirasi atau bukan, kopi yang kupesan tidak ditambahkan gula oleh barista yang membuatnya. Rasanya tidak buruk, hanya saja pahitnya sungguh menggigit.
Tetapi bukankah kesempurnaan kopi terletak pada rasa pahitnya?
Dengan tambahan kenyataan seperti ini, pahit kopi dan proses perubahan definisi kita terkonversi menjadi partikel yang hanya bisa kuobati dengan keikhlasan. Aku sadar emosi negatif yang bergerumul di kepala dan dadaku kini hanya bagian ego yang akan meremuk redam diriku jika kutunjukkan, oleh karena itulah aku memilih mengambil sikap biasa-biasa saja.
Aku berdeham seraya berdiri, membuat ekor matamu melirik ke arahku, lalu aku berkata, “Di, aku pulang duluan, ya? Asam lambungku kayaknya naik lagi nih gara-gara kopi. Kamu lanjut aja sama Edgar.”
“Hah? Sejak kapan lo punya penyakit asam lambung?” sahut Edgar sambil beranjak dari posisi duduknya dengan ekspresi tidak percaya.
Kamu menghadap ke arahku setelah sekilas menengok Edgar, kemudian berpikir sejenak. “Ya udah, Lex, atau enggak nanti aku naik taksi aja.”
Bahkan kini kamu menyebut namaku.
“Sejak kerja gue punya asam lambung, Gar. Maaf ya gue duluan, gue doakan semoga proyek kalian lancar. Oh iya, tolong antar Diandra pulang,” pesanku kepada Edgar sambil meraih tas selempang di kaki meja, lalu melangkah ke arah pintu kafe setelah kami berjabat tangan.
Di luar pintu kafe, aku melihat jam tangan sebelum masuk ke dalam mobilku. Pukul lima sore. Itu berarti perjalanan pulang ini akan terasa jauh lebih lama karena lalu lintas Semarang sedang di luar nalar.
Jika cinta adalah sungai, maka hati adalah teratai dan katak. Aku adalah teratai tempatmu singgah selama ini, hingga akhirnya kamu memilih untuk mulai melompat ke teratai lain. Aku menyalakan mesin mobil sambil melihat ke jendela kafe dari kejauhan dengan kedua ujung bibir terangkat. Sepasang mataku disajikan pemandangan seorang perempuan orang yang akan menjadi masa laluku sedang memamerkan senyum yang diciptakan oleh calon masa depannya.
Seiring roda mobilku meninggalkan pelataran parkir dan logikaku menanggalkan ego, aku memutuskan untuk memperbaiki diriku sendiri. Kini bunga teratai hatiku porak-poranda dan mulai karam ke dasar sungai. Namun bersama waktu aku akan menumbuhkannya lagi, secara perlahan.
Mengalah bukan berarti kalah. Aku memenangi sesuatu yang kuyakini sebagai jalan terbaik yang menuju skenario kebahagiaan baru. Semoga aku tidak melangkah mundur.
Crimson Lotus. Faiz Al Farazdaq.

0 komentar:

Kalimat Sakti Cewek

13.18 Unknown 0 Comments


“Cintahh~~ kamu mau aku anter pulang nggak?” seorang cowok ngomong ke ceweknya setelah kelas nyebokin di toilet umum.
“Nggak usah.. aku bisa pulang sendiri kok.” Cewek itu tersenyum canggung.
“Serius? Yaudah deh, ati-ati ya dijalan.”
Lima menit kemudian, cewek itu ngetweet atau pasang status BBM : “Dasar cowok nggak peka!” #nomention
Gue suka nggak ngerti sama sifat cewek, di mata gue , mereka itu pengin dimengerti dengan cara yang susah dimengerti. Kadang sesalah-salahnya mereka, mereka punya kemampuan untuk membuat si cowok merasa lebih bersalah. So, minggu siang ini gue mau membahas tentang kalimat-kalimat sakti yang pernah gue dengar dari cewek, tentunya kalimat-kalimat ini bukan ditujukan ke gue, soalnya gua nggak punya pac.. eh.. duh.. bentar.. mau mandiin bapak kos dulu.
Intinya kalimat-kalimat ini udah pernah gue dengar dari cewek kepada cowok pas lagi berantem, entah itu pacarnya temen sebalah kamar kos gue, entah itu cewek yang lagi berantem di cafe langganan gue, dan sebagian pertengkaran ini memang pernah gue denger dan pernah gue alamin juga.




Lo Tuh Emang Ngaak Peka!
Kasus di mana cewek mengucapkan kalimat ini ke cowok saat dia sudah merasa kesal. Kesal disini mungkin karena kodenya gagal dimengerti oleh si cowok. Contoh simpelnya kayak gini, ada cowok sama cewek lagi jalan berdua, si cewek cuma pakai tank-top. Kebetulan suasananya habis hujan. Si cewek sedikit menggigil kedinginan, terus si cowok ngeliat, lalu dia nawarin sesuatu.
“Kamu kedinginan ya? Ini pake jaket aku.”
“Ahh.. nggak kok..udah biasa.”
“Oh.. yaudah, syukur kalo kamu ternyata kulitnya tebel.”
“He eh.”
Sepulangnya dari ngedate tadi, si cewek update status BBM: “Lo tuh emang nggak peka!”

Si pihak cowok tentunya nggak ngerasa itu status buat dia dong. Soalnya si cowok udah merasa peka dan nawarin jaketnya pas ngeliat si cewek menggigil, takut dikira cowok yang suka memaksakan kehendak nantinya. Jadi cowok itu mikir tuh status buat orang lain. Tapi pada kenyataannya, tuh status BBM emang buat cowok tadi. Nah lo, nggak ngerti kan maksud tuh cewek apa?? Gue juga!

Pilih mana?
Kadang hidup memberi kita pilihan yang sulit, tapi pilihan-pilihan yang disediakan oleh hidup nggak pernah sesulit pilihan yang dikasih cewek. Gue sering liat kalo ada cewek sama cowok lagi debat, si cewek bisa ngasih ‘skak’ ke cowoknya dengan ‘Pilihan’ ini. Contohnya nih, si cewek ngajakin cowoknya ke salon, sayangnya di jam yang sama si cowok harus ketemu dosbing skirpsinya.
“Bebh, anter aku nyalon ya sekarang.. bulu kakiku udah mulai gimbal nih, bulu ketek juga udah mulai beruban.”
“Aduh sayang.. gimana ya.. aku baru sampe kampus, ada janji sama dosbing.. besok aja ya.” Si cowok mulai garuk-garuk kepalanya sambil telponan.
“Tapi apa kamu nggak liat kakiku bentuknya udah mirip kemoceng?”
“Gimana ya.. bimbingannya hari ini soalnya.”
“Oke! Kamu pilih aku atau dosbingmu?”
Yup, skak!. Kalo kalian dikampus liat cowok yang mukanya udah tua tapi nggak lulus-lulus, bukan kerena dia bego tapi karena dia sering dikasih ‘pilihan’ yang berat tadi.

Iya.. Emang Aku Yang Salah Kok.. Kamu Yang Selalu Bener.
Suatu malam minggu yang mencekam, Boy dan Reva baru selese nonton di bioskop. Di pintu keluar bioskop, Reva ketemu mantannya. Reva lupa ngenalin Boy ke mantannya karena terlalu asik reunian sampe lehernya merah-merah bekas cupang. Disitu Boy tersinggung dong. Soalnya Boy itu udah resmi pacaran sama Reva.
“Kok aku nggak dikenalin sama mantanmu tadi?!”
“Maaf, aku lupa.” Reva menjawab dengan santainya.
“Nggak boleh gitu sayang, namanya kamu itu nggak nganggep aku.”
“Kan aku udah bilang, aku lupa.” Kerutan di dahi Reva mulai muncul.
“Yaudah lain kali jangan diulangin ya.”
“Iya deh iya.. Emang aku yang salah kok.. kamu yang selalu bener.. makanya cuma aku yang kena marah mulu.”
“Lah?? Bukan git..”
“IYA.. AKU YANG SALAH!! PUAS??!!”
“.....”
Dan besoknya, sinetron anak jalanan tiba-tiba tamat. You see?? XD

Entah Aku yang Terlalu Berharap ke Kamu, atau Kamunya yang nggak bisa diharapkan
Kadang, ada aja cara cewek buat maksa cowok ngelakuin sesuatu. Jadi gue pernah denger perdebatan temen sebelah kamar kos gue sama pacarnya. Saat itu gue denger pacarnya bilang gini.
“Duh sayang.. mendadak aku dapaet nih.. mana aku nggak bawa pembalut lagi!”
“Wah. Terus gimana dong? Nggak bisa beli?” cowok itu nepok jidat.
“Mana mungkin aku keluar dalam keadaan kayak gini?”
“Terus?”
Ya beliin aku pembalut dong.” Cewek itu memohon belas kasihan kepada cowoknya.
“HAH??! Aku kan cowok, masa disuruh beli pembalut?!”
“Ya ampun.. baru disuruh kayak gini doang ngak mau. Cowok macam apa sih kamu ini? kalo minta jatah aja harus! Gimana kalo besok kita udah nikah, terus kamu aku suruh beli popok, beli susu, blablablablabla.” Cewek itu ngomong sambil lompat-lompat diatas meja.
“Itu kan kasusnya beda.” Si cowok masih membela diri.
“Ihhhhhhhh.. entah aku yang terlalu berharap ke kamu, atau kamunya yang emang nggak pernah bisa diharapkan!?”
“JLEBBBB!”

Lima menit kemdian, cowok itu bergegas ke maret-maret buat beli pembalut, tentunya dia pake topeng satria baja hitam plus hotpants.

Cowok tuh Di mana-mana Sama Saja!
Kalian mungkin nggak asing sama kalimat ini, termasuk gue. Jadi gue pernah denger cewek seumuran Nabila JKT48 lagi berantem sama pacarnya di cafe. Endingnya cewek itu nyeletuk, “Halah..cowok di mana-mana sama aja! Nggak ada yang bener!.”
Di situ gue pengin banget nyiram pake bensin habis itu gue bakar. Gue pengin ngelurusin. Cowok itu tipenya beda-beda, banyak kok. Ada yang ganteng, ada yang jelek, ada yang macho, ada juga yang setengah mateng, pokoknya macem-macem deh bentuk dan sifatnya! Jadi jangan pernah menganggap semua cowok itu sama, mungkin cewek itu sendiri yang sering terjebak pada selera yang sama.

Kalo Udah Nggak Ada Temen Aja, Baru Dateng
Nih buat cewek-cewek, gue kasih tau ya. Kadang cowok emang suka larut dalam kesibukan mereka. Sampe-sampe mereka lupa buat ngabarin pacarnya. Tapi itulah cowok, mereka kadang lebih suka ketemu, daripada cuma ngabarin doang dan bilang aku rindu. Cowok itu lebih suka nunjukin isi hatinya dengan perbuatan, daripada cuma sekedar lisan. Dan kadang, saat mereka baru punya waktu luang buat ngelakuin itu, si cewek udah bete duluan. Yap.. endingnya udah bisa ditebak, “Aku juga rindu sama kamu.” Dan yang menjadi jawaban si cewek., “Kalo udah nggak ada temen aja, baru dateng ke aku. Kalo lagi ada temen aja, lupa sama aku. Hmmp!.”
Asal kalian tau ya, kalimat itu adalah kalimat penghancur mood paling luar biasa bagi cowok. Bikin ngerasa bersalah iya, bikin nyesel udah ngorbanin buat ketemu iya.

Selama Ini Kamu Nganggep Aku Apa?
Rangga deket sama Cinta udah cukup lama. Mereka kenal, kira-kira udah lebih dari 50 tahun lamanya. Sudah banyak hal yang mereka lakuin bersama. Dan kemungkinan dalam hati mereka masing-masing udah tumbuh benih-benih asmara. Tapi Rngga nggak pernah berani mengungkapkan isi hatinya karena dia takut akan berusak hubungan persahabatannya. Sedangkan Cinta sebenernya udah lama nungguin Rangga buat bilang cinta kepadanya. Sampa akhirnya Cinta nemu titik jenuh penantian itu. Cinta pun dideketin sama cowok lain. Cowok yang lebih care sama dia.
Terus Cinta curhat ke Rangga, “Rangga, menurut kamu, si Bayu itu cowok yang gimana?”
“Hmm.. Dia cowok yang baik kok, kan dia care gitu sama kamu.”
“Terus kalo misal Bayu ngajakin aku jadian sama dia, gimana?” Dahi Cinta mulai berkerut.
“Ya.. Yaaa.. selama kamu juga ngerasa nyaman sama dia, kenapa nggak?” Rangga menepuk pundak Cinta.
“Huhhhh!! Sebenernya selama ini kamu nganggep aku ini apamu sih??!!”
“............”
Kalo udah di posisi kayak Rangga gini tentunya Rngga bakal ngerasa kayak ‘ditodong’ dan pilihanyya cuman ada dua. Ngakuin isi hatinya kepada Cinta atau sok tegar dan mendukung hubungan Cinta sama Bayu, meski harus membohongi diri sendiri. Benar-benar kalimat yang sakti.

Terserah!
Ini kata pemungkas yang paling-super-duper-maha-sakti. Kalo cewek udah ngeluarin kalimat ini, si cowok udah nggak bakal bisa jawab “Ya” atau “Tidak”. Sama-sama bakal ancur dan intinya, saking seremnya nih kata “Terserah” gue sampe nggak ngerti lagi gimana cara ngasih contohnya, sumpah gue nggak kuat iman.
Intinya, kalo cewek udah ngeluarin kata “Terserah” si cowok nggak bakalan punya kesempatan buat membela diri atau memperbaiki keadaan. Bahkan mau kaburpun nggak bisa, karena kalo si cowok kabur setelah dikatain “Terserah” sama ceweknya, tuh cewek bakal memberondong dia dengan kalimat, “Lagi kayak gini kamu malah kabur?! Selama ini kamu nganggep aku apa?! Kamu tuh ya emang nggak peka! Entah aku yang terlalu berharap sama, atau kamunya yang emang nggak pernah bisa diharapkan! Terserah!.”

Lalu cowok itu pun meninggal dunia.

0 komentar: