CERPEN : Agar Cintaku Abadi

19.08 Unknown 0 Comments



"Mawar.. Ingatkah saat kamu pulang sekolah dan jalan kaki? Aku menawarimu ikut di motor Tossa roda tigaku, tapi kamu gak mau. Waktu aku paksa kamu untuk menaiki baknya, kamu teriak-teriak dan aku dipukuli warga. Gara-gara kamu, gigiku rontok tiga, tapi hatiku rontok semua." Ucap Justin kepada wanita berambut panjang semata kaki yang berbaring bersamanya di kebun penuh ilalang. Angin sore itu berhembus kencang, ilalang bergoyang layak nya penyanyi dangdut yang sedang berdendang.


"Aku masih ingat juga, waktu ulang tahunmu, aku bawain kamu kue tart tepat pukul 12 malam. Tapi ayahmu meneriakiku maling. Memang salahku sih, malem itu aku datang sambil menutupi mukaku dengan sarung layaknya ninja. Soalnya aku malu kalo kamu tau aku menyiapkan kejutan semacam itu. Akhirnya, lagi-lagi aku dipukuli warga. Mukaku lebam semua." Justin mengusap-usap rambut Mawar. Mawar hanya terdiam mendengarkan kalimat Justin. Tampaknya, Mawar tidak terkesan dengan cerita Justin.

"Saat aku mengikutimu pulang malam-malam itu, sebenarnya niatku cuma memastikan gak ada yang ngegangguin kamu diperjalanan pulang. Tapi kamu malah teriak-teriak ketakutan dan berlari seperti rusa. Lagi-lagi aku dianiaya, dan dicemplungin ke kali oleh warga." Justin mencoba untuk mencubit hidung Mawar tapi cubitannya meleset, karena hidung Mawar nyaris tak bisa dilihat dengan kasat mata. Lalu Justin melanjutkan ceritanya, seolah-olah tak peduli Mawar mau mendengarkannya atau tidak.

"Sejak TK, aku selalu menganggapmu sebagai pusat dunia, tapi sayang kamu gak pernah tau kalo aku pernah terlahir di dunia. Ini semua salah orang tuaku! Aku pengin masuk di TK kamu, tapi mereka melarangku. Soalnya, mereka sudah dipanggil yang Kuasa, jadinya mereka gak bisa nyekolahin aku di sana. Jadinya, aku gak sekolah dari TK." Justin mencabut satu batang ilalang, dia patahkan dengan perasaan penuh amarah.

"Sejak TK, SD, SMP, SMA, sebenarnya kita selalu dekat. Kamu di dalam sekolah, aku di luar pagar sekolah, menunggu pembeli batagorku datang di jam istirahat. Tapi sayang, kamu tak pernah membeli batagorku. Batagor yang selalu aku ciptakan sambil ngebayangin senyum kamu. Batagor yang selalu aku usahakan agar bentuk dan rasanya sempurna, jadi kalo kamu merasakannya, kamu tidak akan trauma. Sungguh." Justin mengusap dedaunan ilalang yang rontok dan menempel di pundak Mawar. Mawar tidak mengucapkan terima kasih untuk hal itu, dan tetap bergeming.

"Kamu tau tidak? Setiap hari aku sisakan 10 biji batagorku, karena aku selalu berharap, batagor itu akan berakhir di tanganmu? Tapi sampai sekarang, mungkin ada seratus ribu batagor yang membusuk di rumahku, yang kelelahan menanti sambutan tanganmu. Seperti hatiku, yang mulai ambigu. Tak bisa membedakan ini benar-benar cinta atau cuma ambisiku, karena sudah terlalu lama sendiri dan melawan kecuekanmu." Justin mengucapkan kalimat itu dengan nada tinggi, dan menatap kesal ke arah Mawar.

"Aku masih sabar menanti hari di mana kamu akan menganggap aku ada. Sampai akhirnya aku sadar hari itu tidak akan pernah tiba, saat aku mengetahui, kamu berpacaran dengan David. Ya, David si penjual siomay ikan itu. Aku tau, siomay David itu enak, tapi batagorku ini tidak mengandung bahan pengawet. Justru batagorku ini aku ciptakan dengan bumbu cinta dan harapan. Sedangkan siomay si David? Dia sengaja memasukkan formalin dan jamu awet muda agar siomaynya selalu terlihat segar meski gak laku sebulan lamanya. Tapi kenapa kamu malah memilih dia?!" Nada Justin kian meninggi. Justin mendekati Mawar, dia genggam kerah baju Mawar, lalu mengguncang-guncangkan tubuh Mawar. Mawar pasrah, dan tidak melawan.

"Kian hari, aku lihat kamu dan David semakin dekat. Bahkan, kamu mau diboncengin David setiap pulang sekolah. Iya, melihat kamu duduk di atas gerobak siomaynya, hatiku serasa dibakar oleh kompor batagorku sendiri. Panas, berapi-api. Aku benci!" Justin menampar pipi Mawar berkali-kali, darah mengalir keluar dari mulut Mawar. Namun Mawar tidak mengeluh kesakitan.

"Tapi sekarang, kamu bukan lagi milik David. Kamu cuma milikku! Tidak ada lagi yang bisa, ataupun ingin memilikimu! Hahahahaha! Aku lakukan ini, karena aku mencintaimu, Mawar." Justin menarik tubuh Mawar yang tadinya terbaring. Dia satukan bibirnya dan bibir Mawar. Justin mencium Mawar penuh nafsu. Lalu, Justin mengambil sebilah parang berlumuran lumpur yang tergeletak di sampingnya. Dia usap parang itu di depan muka Mawar dengan dua jarinya.
Lalu Justin menusuk perut Mawar dengan parang tersebut.

"Ternyata kesabaran dan cinta bukanlah cara yang tepat untuk membuat matamu terbuka. Ternyata kasih sayang dan harapan, bukanlah hal yang harus kulakukan agar kamu bisa aku dapatkan. Ternyata parang ini lah jalan paling tepat agar kamu bisa aku dapat." Tubuh Mawar yang mulai dingin dan kaku, Justin letakkan kembali ke tanah. Justin usap wajah Mawar untuk membersihkan darah.

"Aku akan menemanimu di sini. Aku akan bertahan bersamamu di sini. Jauh lebih sabar daripada saat aku dulu selalu menanti. Tenang Mawar, aku ingin memilikimu dengan cara apapun itu, karena aku suka kamu, sejak dulu. Akulah satu-satunya pria yang menemanimu sampai akhir hayatmu. Dan sekarang, aku akan membuktikan sumpahku." Justin kemudian meletakan parang tadi di atas dada Mawar yang terbaring. Dia tancapkan ujung parang itu ke dadanya sendiri, lalu dia tekan tubuhnya sendiri ke arah Mawar.

Sesaat kemudian, terdengar suara rintihan "Aaaahkkkkkkk.." dan suara "Brett!!". Parang itu menembus tubuh Justin, dan dia pun tergeletak dengan lemas di atas jasad Mawar. Justin menutup mata sambil tersenyum penuh makna.

~TAMAT~

Maaf kalo kesannya thriller, soalnya gue nulis ini pas tengah malam gara-gara gak bisa tidur. So see you again! Arigatou~

0 komentar: